 |
Foto : Raja Lombok ( sumber : Tropenmuseum Royal Tropical Institute Belanda ) |
KEDATUAN LAEQ SEBAGAI AWAL MULA NEGARA
SASAK
“Lengan Laeq” itulah salah satu ungkapan populer bahasa
sasak yang bermakna “ Sejak Zaman dulu”atau di sederhanakan artinya menjadi “ sejak dulu”.
kata ini
digunakan dalam bahasa sasak keseharian hingga sekarang,makna generalnya adalah
“penunjukan terhadap waktu terjadinya sesuatu yang sudah lama berlalu” .ada
kecurigaan tidak ilmiah saya bahwa kata “Laeq” lahir dan populer digunakan
dalam bahasa sasak,karena kata ini disadur dari nama kedatuan ( kerajaan )
paling lama dan tertua yang dikenal leluhur bangsa sasak dan hal tersebut
dinisbatkan dalam penggunaan ungkapan “Laeq” itu sendiri. Akan tetapi sekali
lagi ini hanya kecurigaan tidak ilmiah saya,yang tentu tidak diperkuat dengan
data,analisis dan hasil penelitian para ahli tertentu.
seandainya bahasa dan teori-teori sosiolonguistik cukup
untuk dijadikan jawaban terhadap kegamangan sejarah tanah sasak,wabilkhusus
menyatukan persepsi tentang kerajaan pertama dan tertua di lombok.”barangkali
kedatuan Laeq” adalah jawabannya.
Dan di antara sumber sejarah yang bisa digunakan untuk
menjelaskan asal usul dari Lombok adalah Babad Lombok. Menurut Babad Lombok,
kerajaan tertua di pulau Lombok bernama Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu
Babad Suwung menyatakan bahwa, bahwa kerajaan tertua di Lombok adalah kerajaan
Suwung yang dibangun dan diperintah oleh Raja Betara Indera. Setelah Kerajaan
Suwung ini surut, baru muncul Kerajaan Lombok. Mana yang benar, Laeq atau
Suwung? Hingga artikel ini ditulis , Semuanya masih dalam perdebatan.
Dalam salah satu versi sejarah yang berkembang,disebutkan
bahwa Pada awalnya, kerajaan yang
berdiri adalah Laeq. Diperkirakan, posisinya berada di kecamatan Sambalia,
Lombok Timur. Dalam perkembangannya, kemudian terjadi migrasi, masyarakat Laeq
berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu kerajaan Pamatan, di
Aikmel, desa Sembalun sekarang. Lokasi desa ini berdekatan dengan Gunung
Rinjani. Suatu ketika, Gunung Rinjani meletus, menghancurkan desa dan kerajaan
yang berada di sekitarnya. Para penduduk menyebar menyelamatkan diri ke wilayah
aman. Perpindahan tersebut menandai berakhirnya kerajaan Pamatan.
Setelah Pamatan berakhir, muncullah kerajaan Suwung yang
didirikan oleh Batara Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi
saat ini. Setelah kerajaan Suwung berakhir, barulah kemudian muncul kerajaan
Lombok. Seiring perjalanan sejarah, kerajaan Lombok kemudian mengalami kehancuran
akibat serangan tentara Majapahit pada tahun 1357 M. Raden Maspahit, penguasa
kerajaan Lombok melarikan diri ke dalam hutan. Ketika tentara Majapahit kembali
ke Jawa, Raden Maspahit keluar dari hutan dan mendirikan kerajaan baru dengan
nama Batu Parang. Dalam perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal
dengan nama Selaparang.
Berkaitan dengan Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua
periode: pertama, periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan
berakhir akibat ekspedisi kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan kedua,
periode Islam, berlangsung dari abad ke-16 M, dan berakhir pada abad ke-18
(1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan kerajaan Karang Asem, Bali
dan Banjar Getas.
Sebelum Abad ke 16 Lombok berada dalam kekuasan Majapahit,
dengan dikirimkannya Maha Patih Gajah Mada ke Lombok. Pada akhir abad ke 16
sampai awal abad ke 17, lombok banyak dipengaruhi oleh Jawa Islam melalui
dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri, juga dipengaruhi oleh Makassar. Hal ini
yang menyebabkan perubahan agama di suku Sasak, yang sebelumnya Hindu menjadi
Islam.
Pada awal abad ke 18 M, Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Gel
Gel Bali. Peninggalan Bali yang sangat mudah dilihat adalah banyaknya komunitas
Hindu Bali yang mendiami daerah Mataram dan Lombok Barat. Beberapa Pura besar
juga gampang di temukan di kedua daerah ini. Lombok berhasil bebas dari
pengaruh Gel Gel setelah terjadinya pengusiran yang dilakukan kerajaan Selapang
(Lombok Timur) dengan dibantu oleh kerajaan yang ada di Sumbawa (pengaruh
Makassar). Beberapa prajurit Sumbawa kabarnya banyak yang akhirnya menetap di
Lombok Timur, terbukti dengan adanya beberapa desa di Tepi Timur Laut Lombok
Timur yang penduduknya mayoritas berbicara menggunakan bahasa Samawa.
Uraian di atas setidaknya bisa menunjukkan bahwa,
kerajaan-kerajaan tersebut benar-benar ada, pernah berdiri, berkembang kemudian
runtuh. Bagaimana informasi selanjutnya, seperti kehidupan sosial budaya
masyarakat awam dan keluarga istana saat itu? Data sejarah yang ada belum
banyak mengungkap fakta tersebut.
Menurut Lalu Djelenga, catatan sejarah yang lebih berarti
mengenai kerajaan-kerajaan di Lombok dimulai dari masuknya ekspedisi Majapahit
tahun 1343 M, di bawah pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu Nala ini dikirim oleh
Gajah Mada sebagai bagian dari usahanya untuk mempersatukan seluruh Nusantara
di bawah bendera Majapahit. Pada tahun 1352 M, Gajah Mada datang ke Lombok
untuk melihat sendiri perkembangan daerah taklukannya.
Menurut Djelenga, ekspedisi Majapahit ini meninggalkan jejak
kerajaan Gel gel di Bali. Sedangkan di Lombok, berdiri empat kerajaan utama
yang saling bersaudara, yaitu: kerajaan Bayan di barat, kerajaan Selaparang di
Timur, kerajaan Langko di tengah, dan kerajaan Pejanggik di selatan. Selain
keempat kerajaan tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil, seperti Parwa dan
Sokong Samarkaton serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro,
Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini takluk di
bawah Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian
menjadi wilayah yang merdeka.
Di antara kerajaan dan desa-desa di atas, yang paling
terkemuka dan paling terkenal adalah kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan
Lombok. Pusat kerajaan ini terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat
indah dengan sumber air tawar yang banyak. Posisi strategis dan banyaknya
sumber air menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang dari berbagai negeri,
seperti Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat perdagangan yang ramai,
maka kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.
Kedatangan Penjajah
Belanda
Belanda telah datang dan berhasil menundukkan banyak
kerajaan di nusantara. Watak imperialisme Belanda yang ingin menguasai seluruh
jalur perdagangan di nusantara telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Gowa di
Sulawesi. Jalur perdagangan di utara telah dikuasai oleh Belanda. Untuk
mencegah jatuhnya jalur selatan, kemudian Gowa berinisiatif menutup jalur
selatan dengan menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Kedatangan penjajah
Eropa juga membawa misi kristenisasi, karena itu, Gowa kemudian menaklukkan
Flores Barat dan mendirikan Kerajaan Manggarai untuk mencegah kristenisasi
tersebut.
Ekspansi Gowa menimbulkan kekhawatiran Gelgel. Untuk
mencegah agar Gelgel tidak dimanfaatkan Belanda, maka Gowa kemudian mengadakan
perjanjian dengan Gelgel tahun 1624 M, yang disebut Perjanjian Sagining. Dalam
perjanjian diatur, Gelgel tidak akan mengadakan perjanjian kerjasama dengan
Belanda, sementara Gowa akan melepaskan kekuasaannya atas Selaparang.
Perjanjian ini tidak berlangsung lama, karena masing-masing pihak melanggar isi
perjanjian tersebut.
Untuk mengimbangi Gelgel yang bekerjasama dengan Belanda,
kemudian Gowa bekerjasama dengan Mataram di Jawa. Selanjutnya, dalam usaha
untuk memperebutkan hegemoni, akhirnya pecah peperangan antara Gowa dan Belanda
di Lombok. Dalam perang tersebut, Gowa mengalami kekalahan, hingga terpaksa
menandatangani perjanjian dengan Belanda di Bungaya. Bungaya merupakan sebuah
tempat yang terletak dekat pusat Kerajaan Gelgel di Klungkung, Bali, dan
merupakan simbol dari dekatnya hubungan antara Gelgel dengan Belanda.
Konsekwensi kekalahan Gowa dari Belanda adalah, Gowa harus
melepaskan seluruh daerah kekuasaannya di Lombok, Sumbawa dan Bima.
Memanfaatkan kekosongan Gowa tersebut, Gelgel kembali mencoba menaklukkan
Selaparang, namun selalu menemui kegagalan.
Walaupun Selaparang telah berhasil mengalahkan Gelgel,
namun, wilayah kerajaan ini belum sepenuhnya aman dari ancaman eksternal. Dalam
perkembangannya, kemudian berdiri dua kerajaan baru pada tahun 1622 M, yaitu
Kerajaan Pagutan dan Pagesangan. Untuk mengantisipasi ancaman, kemudian
Selaparang menempatkan sepasukan kecil tentara untuk menjaga perbatasan di
bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.
Ternyata, kehancuran Selaparang bukan karena serangan dua
kerajaan kecil ini, tapi akibat serangan ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem
tahun 1672 M. Pusat Kerajaan Selaparang rata dengan tanah, sementara keluarga
kerajaan semuanya terbunuh. Sejak saat itu, Kerajaan Karang Asem menjadi
penguasa tunggal di Lombok.
Hingga kini banyak yang masih bingung tentang asal muasal
kedatuan di bumi sasak,hal ini tentunya karena sejarah yang simpang siur,bukti
sejarah berupa artefak,naskah kuno,bangunan kuno dan keterangan serta petunjuk
lainnya tak memadai,atau bisa jadi sebenarnya memadai hanya saja dibiarkan
musnah,tak terpelihara sehingga selesai begitu saja. Bahkan ada sebagian
kalangan yang mulai apatis dan menghembuskan issue bahwa kerajaan sasak tidak
pernah ada karena tidak memiliki bukti autentik seperti kesultanan
Bima,kesultanan sumbawa dan kerajaan lainnya di provinsi ini.tentu ini
seharusnya menjaditugas MAJELIS ADAT SASAK ( MAS ) sebagai lembaga senior yang
fokus menangani so’al warisan budaya dan tradisi sasak.namun harapan-harapan
itu rupanya hanya isapan jempol karena produktivitas MAJELIS ADAT SASAK ( MAS )
terkait penertiban sejarah,adat,budaya dan tradisi mulai diragukan karena
memang tak banyak berbuat untuk menerbitkan aturan,fatwa atau kebijakan
strategis terkait hal tersebut.
Mari kita menunggu,kapan saatnya sejarah tanah “Lombok Mirah
Sasak Adi” ini menjadi lengkap dan jelas.tak melahirkan pemaparan dan analisis
yang multitafsir sehingga membingungkan generasi sasak ke depan.....”semoga
saja”...
SALMAN HAFIZ ABDUSSAMAD
Ditulis dari
berbagai sumber